MERAYAKAN KARYA TUHAN, BUKTI DIA HADIR!


Dalam suatu kesempatan, Ruth bertanya spontan, “Mommy, please tell a story about me when I was a baby like Nemi.” Sambil lalu, saya pun menjawab, “Why should I tell you, Ruth?” Dengan gusar dia pun menyahut, “Mommy, why not? I wanna remember my childhood. Just tell me.” Akhirnya sayapun berusaha mengingat kembali pengalaman mengasuh Ruth waktu dia masih bayi seperti Nemi dan menceritakannya kepada Ruth. Tentu saja, pengulangan cerita perihal pengalaman-pengalamaan yang kami alami bersama beberapa tahun yang lalu itu termaknai secara berbeda oleh Ruth, dan juga saya di masa kini. Ruth tampak antusias mendengarkan cerita tatkala ada kesamaan perilakunya dengan Nemi semasa bayi (seperti gigit jempol kaki, menangis keras) atau bahkan perilaku yang sama sekali berbeda (misal kebiasaan menggosok siku sebelum tidur). Bagi saya, pengulangan cerita ini semacam reminder bahwa saya hadir dan terlibat di dalam pengasuhan Ruth.

Pengulangan cerita atas pengalaman-pengalaman hidup seringkali kita peringati dalam suatu perayaan atau aktivitas tertentu (misalnya perayaan ulang tahun, kelulusan studi) yang bertujuan sebagai peringatan bahwa kita hadir dan terlibat di dalamnya. Demikian juga dengan Tuhan, Allah Hidup Kekal, yang hadir di sepanjang perjalanan pengalaman kehidupan manusia. Dalam konteks ini, mengapa karya Tuhan perlu dirayakan? atau mengapa kita, sebagai orang percaya, perlu mengulang cerita tentang karya Tuhan di dalam suatu perayaan, ritual, seremoni tertentu sebagaimana yang Tuhan tetapkan? (Silakan baca: Keluaran 23: 14-19).

Hari raya Roti Tidak Beragi, menjadi suatu ketetapan turun temurun (band.Keluaran 12: 14-20), tentu saja, bukan tidak sengaja harus diceritakan ulang menjadi hari peringatan bagi bangsa Israel. Jelas bahwa pernyertaan Allah hadir di antara umat Israel, yang memimpin bangsa ini keluar dari Mesir (ay.15). Bahkan disebutkan juga hari raya menuai dan hari raya pengumpulan hasil (ay.16) menjadi suatu peringatan bahwa Allah menuntun mereka sesudah keluar dari tanah Mesir (band. Imamat 23:15-21, 39-43). Sungguh, Hari Raya bagi Tuhan dapat dipahami bahwa tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan Allah didalam suatu aturan, ritual atau seremoni semata-mata melainkan menjadi suatu kesempatan untuk mengadakan pertemuan kudus, menghadap hadirat TUHAN (ay.17) (band. Keluaran 12:16; 23:21). Dengan kata lain, merayakan karya Tuhan menjadi kesempatan menerima ajakan untuk bergaul karib dengan Allah, di dalam kekudusan-Nya. Terakhir, “mengadakan perayaan bagi-Ku” juga berarti bentuk penyataan syukur umat, dengan memberikan persembahan terbaik ke dalam rumah TUHAN, Allah mereka (ay.19). Refleksi bagi kita, Sudahkah kita merayakan karya Tuhan sebagai bukti kehadiran Allah sendiri? Sudahkah kita mengambil kesempatan bergaul karib dengan-Nya? Sudahkah kita juga membawa persembahan terbaik?

Tuhan Yesus memberkati!