HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

Jika membaca judul renungan minggu ini pasti saudara/i teringat akan seseorang bukan? Ya, frasa yang diungkapkan oleh R.A Kartini. Dari frasa diatas memiliki arti bahwa setiap manusia akan mengalami masa-masa sulit, tetapi juga akan merasakan masa-masa yang menyenangkan. Saya setuju dengan frasa ini bahwa sebagai orang percaya, sejatinya kita harus mempersiapkan diri untuk diuji oleh Allah melalui masalah maupun penderitaan dan juga menerima yang baik dari Allah. Mempercayai Allah tidaklah berarti bahwa Dia akan membebaskan kita dari kesulitan.
Jika mengingat kembali akan kisah Ayub, maka luar biasa sekali memang penderitaan yang ia alami. Kekayaannya lenyap, anak-anaknya binasa, bahkan sekujur tubuhnya pun terkena penyakit yang menjijikan. Lebih menyedihkan lagi bahwa istri yang ia kasihi pun menolak dia. Dalam kondisi demikian adakah alasan bagi kita untuk bertahan dan tetap setia kepada Allah? Dalam Ayub 2:9-10 berkata demikian,
‘Maka berkatalah isterinya kepadanya: “Masih bertekunlah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah! Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.’
Kesetiaan Ayub melampaui penderitaannya yang begitu dahsyat. Ayub mengungkapkan kesetiaannya dalam kalimat yang begitu luar biasa indah: “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (ayat 10). Suatu pernyataan sikap yang begitu luar biasa. Ayub tidak hanya percaya bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah milik Allah, tetapi ia juga percaya bahwa tubuhnya pun merupakan milik Allah.
Sikap Ayub menyatakan bahwa apa yang Allah katakan mengenai dirinya, “Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (Ay. 1:8, 2:3) adalah benar.
Sikap seperti Ayub inilah yang seharusnya kita teladani. Meskipun ia tidak memahami mengapa ada banyak hal buruk terjadi dalam hidupnya, tetapi ia tetap teguh dalam imannya dan ia tidak mau berdosa terhadap Tuhan. Penderitaan yang dialami Ayub menghasilkan penyerahan hidup yang indah kepada Tuhan (ayat. 10).
Seringkali, saat banyak sekali kesulitan, masalah ataupun penderitaan yang terjadi dalam kehidupan kita, membuat kita menginginkan penjelasan yang masuk akal daripada Allah. Membuat kita lupa bahwa sebagai orang percaya, kita perlu belajar untuk melihat segala sesuatunya menurut cara pandang Tuhan, dan bukan berfokus pada masalah.
Dari kisah Ayub diatas kita dapat belajar bahwa Tuhanlah yang memegang kendali segala sesuatunya. Tidak ada satu hal pun yang terjadi tanpa seizin Tuhan. Ayub 1:12 berkata demikian,
“Nah segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Dan Ayub 2:6 berkata demikian, “Nah ia dalam kuasamu, hanya sayangkan nyawanya.”
Kemudian kita juga belajar bahwa iman berarti percaya sepenuhnya kepada penyertaan Tuhan. Dalam keadaan baik ataupun tidak baik, seharusnya tidak membuat kita meninggalkan iman kita dari Tuhan. Sebab segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita tidak akan melebihi kekuatan kita (1 Kor. 10:13).
Kita percaya bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita tidak akan terluput dari yang namanya masalah. Seberapa pun gelap hidup kita saat ini oleh karena masalah yang terjadi bertubi-tubi, percayalah bahwa Allah tetap pegang kendali. Percayalah bahwa HABIS GELAP TERBITLAH TERANG! Sebagaimana hidup Ayub pun pada akhirnya dipulihkan oleh Allah berlipat kali ganda (Ayub 42:12-15). Hingga kelak kita pun dapat berkata sebagaimana yang diucapkan oleh Ayub dalam Ayub 42:5,
“Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.”
Tuhan Yesus memberkati!