Skip to content

ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI?

Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? – Matius 27:46

Bayangan bercampur dengan bayangan, kegelapan dan keheningan juga bercampur begitu menakutkan. Selama tiga jam, langit gelap. Kemudian Tuhan Yesus berseru “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Kata-kata itu keluar, tetapi tidak dengan nada percakapan sehari-hari. Kata-kata ini keluar dengan rintihan. Seruan ini menandai bagian terakhir dari penderitaan Kristus di bumi untuk dosa manusia, untuk dosa Anda dan saya. Dia mengalami pemisahan total dari Bapa-Nya karena dosa kita, namun Dia tidak pernah berbuat dosa. Dia menggantikan kita yang adalah orang-orang berdosa.

Meskipun benar bahwa Bapa telah meninggalkan Putra-Nya pada saat itu, kita harus melihatnya sebagai latarbelakangi dosa yang dibenci-Nya, bukan Putra yang Ia benci. Seruan yang Yesus katakan sebenarnya merupakan kutipan dari Mazmur 22:1 yang mengatakan,

“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.”

Ini adalah tangisan kesedihan Daud ketika dia berpikir bahwa Allah telah meninggalkannya. Tuhan Yesus menanggung hukuman atas dosa kita di kayu salib. Beban dosa membuat Yesus merasa benar-benar terpisah dari Allah. Di sana Dia digantung dan dihukum meskipun Dia tidak melakukan kesalahan apapun. Yesus tidak berdosa! Dia dihukum dan membayar hukuman atas apa yang telah kita lakukan. Karena seharusnya, kitalah yang menanggung semua penderitaan itu. “Sebab upah dosa ialah maut.” (Roma 6:23). Begitulah, dengan segala ketidakadilan, seorang pria tidak bersalah sedang sekarat karena kejahatan orang-orang berdosa yang pergi dengan bebas.

Seberapa sering kita meluangkan waktu untuk merenungkan harga yang harus di bayar Juruselamat untuk menebus dosa kita? Bahkan seringkali, dengan rasa tidak tahu berterima kasih, kita menerima begitu saja keselamatan yang begitu besar ini. Seolah-olah kita pantas mendapatkannya. Rasa sakit fisik yang sangat mengerikan, bahkan lebih buruk lagi adalah saat sang Bapa meninggalkan Dia, oleh karena kita. Kapankah kita memahami bahwa Dia menanggung dosa kita agar kita bisa bebas?

“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dala Dia kita dibenarkan oleh Allah.” – 2 Korintus 5:21

Berdasarkan ayat di atas, dijelaskan bahwa Yesus menjadi penanggung dosa. Satu-satunya yang kudus, suci dan tanpa dosa yang dapat menanggung apa yang seharusnya terjadi pada kita. Bahkan, Dia tidak hanya menanggung dosa dan ketidakadilan ini tetapi juga Dia bersedia memberikan keselamatan bagi kita semua. Jika kita dapat membayangkan kengerian dan kesakitan yang begitu luar biasa Dia rasakan di kayu salib hingga berseru, “Eli, Eli, lama sabakhtani?”

Kengerian seperti itulah yang seharusnya Anda dan saya alami, bukan Dia! Tetapi karena kasih-Nya yang begitu besar untuk kita semua, Dia rela memberikan nyawa-Nya untuk menebus dosa kita semua. Lalu bagaimanakah dengan kita orang-orang yang telah Ia tebus? Kita bisa membayangkan betapa sakit dan mengerikan penderitaan yang seharusnya kita alami, tetapi Dia rela menanggungnya. Apakah kita mau tetap terus hidup di dalam dosa? Marilah kita terus berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya sebagai ucapan syukur kita atas kasih karunia keselamatan yang telah Dia berikan bagi kita. Mari kita terus menjaga pikiran kita, tutur kata kita dan tingkah laku kita. Mari teruslah menjaganya dengan hidup benar dan bertumbuh selalu di dalam komunitas yang sehat, komunitas yang takut akan Tuhan, yang terus mendukung kita untuk dapat mengenal Tuhan dan mengalami Tuhan lebih lagi.

 

Tuhan Yesus memberkati!