Skip to content

MENIKAH HANYA UNTUK ORANG DEWASA

Pada umumnya orang mudah setuju dengan pernyataan bahwa menikah hanya untuk orang dewasa.  UU Pernikahan pun telah menetapkan batas minimal usia berdasarkan tahun kelahiran bagi pria dan wanita yang hendak menikah.  Namun, sayangnya itu tidak cukup.  Sangat dibutuhkan juga dewasa jiwani.  Dewasa usia kelahiran tidak selalu disertai dengan dewasa jiwani.

Sesungguhnya pernikahan hanya untuk orang-orang yang cukup dewasa jiwani, yakni  orang-orang yang cukup memiliki keutuhan, kemandirian, dan kesanggupan berbagi hidup dengan orang lain. Menikah adalah hidup bersama untuk saling memberi sumbangsih, yakni saling menyumbang tanggung jawab, kemampuan, sudut pandang, pengalaman, dan membentuk kemitraan setara (partnership) seumur hidup.

Menikah bukan untuk saling mengutuhkan.  ”Karena saya merasa kurang dikasihi, kurang berharga, kurang mampu mandiri, maka saya menikah.”  Ini merupakan motivasi yang keliru dan tidak mengherankan jika membuahkan pernikahan yang pincang, bermasalah, dan melahirkan anak keturunan yang bermasalah pula.  Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Maka, bagi yang belum menikah, mari manfaatkan kuasa pembaruan di dalam Kristus dan Tubuh Kristus, untuk memeriksa dan meningkatkan kualitas kedewasaan jiwani.  Bagi yang sudah menikah, mari juga memanfaatkan kuasa yang sama untuk mawas diri dan meningkatkan level kedewasaan jiwani demi kebahagiaan sejati pernikahan dan lahirnya anak keturunan yang dewasa jiwani sebagaimana rancangan Allah atas penikahan.