MOMENT

Dewasa ini, banyak sekali orang yang begitu senang untuk mengambil foto ataupun video lalu menguploadnya ke akun sosial media mereka. Sebagian besar berkata bahwa hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mengabadikan setiap momen yang terjadi. Mereka menyadari bahwa waktu atau pun momen tidak bisa diulang kembali. Fase di dalam kehidupan sering kali tidak dapat ditebak. Terkadang kita mengalami masa-masa sulit ataupun juga masa-masa bahagia.

Oleh karena momen tidak dapat di ulang, maka kita perlu menghargai setiap momen yang Tuhan ijinkan terjadi di dalam hidup kita. Baik itu suka maupun duka. Berbicara mengenai menghargai momen, teringat akan sebuah kisah di dalam Alkitab saat Yesus di Taman Getsemani (Luk. 22:39-44).

Pada perikop ini dijelaskan bahwa Yesus pergi ke tempat yang biasa Ia kunjungi sendirian, yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus membiasakan diri untuk berdoa dan bersekutu dengan Allah. Lalu diikuti oleh murid-muridnya, kemudian Ia juga mendesak murid-murid-Nya untuk berdoa. Lalu Ia menjauhkan diri dari murid-murid-Nya dan berdoa sendirian. Ia menjauhkan diri dari mereka sekitar sepelempar batu jaraknya (kurang lebih lima puluh sampai enam puluh langkah jauhnya), dan disanalah Ia berlutut dan berdoa.

Di dalam kisah ini, Tuhan Yesus menghadapi dilema yang begitu luar biasa. Di satu sisi, Tuhan Yesus mengetahui kehendak Allah yang telah merancangkan keselamatan bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Sebab untuk itulah Tuhan Yesus datang ke dunia. Tetapi di sisi lain, Tuhan Yesus juga mengetahui penderitaan seperti apa yang akan Dia alami.

Di tengah kondisi yang begitu tidak enak, bahkan saking beratnya Lukas sampai menggunakan istilah ἀγωνίᾳ (dibaca: agonia) pada kata ‘ketakutan’ (ay. 44) yang artinya ketakutan, kecemasan yang luar biasa, pergumulan mental dan emosi yang parah, dan penderitaan. Dan di deskripsikan peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah (ay. 44).

Walaupun Tuhan Yesus menyadari bahwa tidak lama lagi Dia akan ditangkap dan disiksa, tetapi Dia tidak mau melewatkan momen sekecil apapun untuk terus bersekutu dengan Allah.

Dari kisah di atas, kita melihat bahwa Yesus biasa pergi ke Bukit Zaitun untuk berdoa. Arti kata biasa yaitu bukan hanya saat Dia tahu bahwa penderitaan yang akan Dia alami sudah semakin dekat baru Dia berdoa, tetapi kata biasa menunjukkan bahwa dalam keadaan apapun Yesus ‘biasa’ bersekutu dengan Allah.

Bagaimana dengan saudara? Sudahkah saudara menghargai setiap momen yang terjadi di dalam hidup saudara? Sebagaimana Kristus yang tidak mau melewatkan momen sekecil apapun untuk bersekutu dengan Allah. Tidak hanya di saat sedih saja, tetapi dalam keadaan apapun marilah kita terus bersekutu dengan Allah. Marilah kita menghargai setiap momen yang ada dengan “live to the fullest”, atau dengan kata lain, benar-benar menghidupi dan memberikan yang terbaik dari kita di dalam setiap MOMEN kehidupan kita.

 

Tuhan Yesus memberkati!