Skip to content

SALIBKAN DIA!

(Yohanes 19:1-15)

Seberapa sering kita mengambil keputusan atau memilih sesuatu berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang terbanyak? Seringkali kita lebih mendengar perkataan orang lain daripada mengenali seseorang yang akan kita pilih secara pribadi. Misalnya, saat pemilihan presiden seringkali kita hanya memilih berdasarkan perkataan orang-orang tanpa kita mencari tahu terlebih dulu bagaimana pribadi orang-orang yang menyalonkan dirinya untuk menjadi presiden di negara kita. Kita memilih berdasarkan suara terbanyak orang-orang yang ada di sekitar kita. Bahkan kita memiliki pemikiran, jika kita tidak memilih sama dengan apa yang dipilih oleh orang-orang disekitar kita, maka kita merasa bahwa kita akan dijauhkan oleh orang sekitar kita. Atau pernahkan kita menjadi provokator untuk mempengaruhi orang lain dalam memilih presiden, padahal kita tidak kenal dan tidak mencari tahu orang-orang yang mencalonkan diri untuk menjadi presiden terlebih dahulu. Kita hanya ‘ikut-ikutan’ apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitar kita. 

Mari kita gunakan imajinasi kita sejenak dan bayangkan upacara penobatan seorang raja yang besar. Saya tidak pernah menyaksikan peristiwa seperti itu, karena kita tidak hidup di kerajaan. Tetapi saya membayangkan bahwa upacara tersebut akan sangat mewah dan meriah. Jika melihat di film-film, kita dapat membayangkan raja baru berdiri disana, dan kita dapat melihat kerumunan yang begitu besar. Kita dapat mendengar orang banyak bersorak untuknya. Sang Raja pasti akan memakai pakaian terbaik.

Tetapi irosnisnya dalam Yohanes pasal 19 ini, Tuhan Yesus yang sebenarnya adalah Raja segala raja dan Tuhan di atas segala Tuhan, tetapi Dia diperlakukan dengan cara yang begitu rendah. Dia dinobatkan sebagai raja, tetapi untuk teriakan kebencian. Dia mengenakan pakaian seorang raja, tetapi dalam ejekan. Dia dimahkotai, tetapi dengan mahkota duri. Dia disajikan kepada kita sebagai raja, tetapi dengan cara yang diremehkan. Orang-orang tidak menerima-Nya, mereka bahkan menolak-Nya. Pada perikop ini kita melihat orang-orang Yahudi yang memandang Yesus sebagai seorang pria yang lemah, seseorang yang menyedihkan.

Pilatus semakin stres dan frustasi berada di tengah-tengah keadaan tersebut. Dia tahu bahwa Yesus tidaklah bersalah. Dia memiliki keinginan yang begitu kuat untuk menegakkan keadilan. Tetapi dia juga tidak tahu bagaimana menenangkan orang-orang Yahudi untuk menjaga perdamaian. Dia terjebak pada situasi yang sulit. Pilatus takut kepada Kaisar, karena tugasnya adalah menjaga perdamaian. Hingga akhirnya Dia berkompromi dan menenangkan orang banyak alih-alih mengambil sikap untuk melakukan yang benar.

Seberapa banyak diantara kita seperti orang-orang Yahudi di perikop ini? Kita memprovokasikan orang lain untuk melakukan sesuatu, padahal kita tidak tahu apa yang kita lakukan itu benar atau salah. Dari perikop ini mari kita belajar untuk tidak menjadi seperti orang-orang Yahudi yang menjadi provokator untuk menyalibkan Yesus, padahal Yesus adalah Raja segala Raja dan Tuhan segala Tuhan. Firman Tuhan mengatakan,

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 12:2

Kita diingatkan untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Marilah kita terus menjaga hubungan kita dengan Tuhan Yesus, dengan berdoa dan membaca firman-Nya, sehingga pikiran kita, hati kita akan terus dibaharui dan kita dapat membedakan manakah yang benar yang sesuai dengan kehendak-Nya dan apa yang salah. Percayalah bahwa Roh Kudus akan memampukan kita untuk melakukannya, teruslah latih hati dan telinga kita untuk lebih peka kepada-Nya.

 

Tuhan Yesus memberkati!