Selama Empat Musim Aku Berdoa
“Selama empat musim aku berdoa
Berkawan dengan badai salju yang menerpa
Memaksa lutut tertekuk, menyambut angin dingin bersua
Tajam menusuk hingga tubuh limpung tak terpapah
Selama empat musim aku berdoa
Menanti tanda pada bunga yang bersemi
Mendengar kicauan burung lembut menyapa jiwa
Mungkinkah jawabanku masih tersembunyi?
Selama empat musim aku berdoa
Memohon ampun pada teriknya matahari
Berteriak, meraung, menangis, meronta
Tuhan, apakah Engkau lari?
Selama empat musim aku berdoa
Berdiam diri di bawah gugurnya dedaunan
Bak pohon kering yang kehilangan perhiasan
Kurasakan hatiku sarat akan harapan
Ditengah kemarahan dan kebingungan
Kutemukan jawaban yang tak kuharapkan
Ya, sama sekali tak kuharapkan
Jawabanku ialah kekuatan
Kekuatan sekuat badai salju
Kekuatan sekuat bunga yang mekar
Kekuatan sekuat teriknya matahari dan gugurnya daun
Kekuatan untuk terus berdoa dan berharap
Bila harus kulalui lagi empat musim
Aku kan terus berdoa, kan terus percaya
Kan terus memandang, kan terus berharap
Selama empat musim kembali kutemui diriku berdoa.”
“Selama Empat Musim Aku Berdoa” adalah sebuah puisi yang menceritakan mengenai seseorang yang sedang menantikan jawaban. Selama empat musim ia berdoa namun jawaban yang diharapkan tak kunjung ia dapatkan, hingga ia mendapat suatu kesadaran bahwa jawaban yang ia dapatkan ialah “kekuatan”.
Kekuatan yang telah menolongnya melalui empat musim tanpa ia sadari, dan kekuatan yang telah menyertainya untuk terus memiliki harapan walaupun terkadang jiwanya terasa kering. Kekuatan itu pulalah yang akan terus menolongnya untuk terus berdoa dan melalui empat musim selanjutnya yang akan datang.