SHATTERED
Berbicara
mengenai “shattered”, apa sih yang dimaksud dengan shattered?
Menurut Merriam-Webster Dictionary shatter memiliki arti
demikian: to cause to drop or be dispersed, to break at once into pieces, to
damage badly, to cause the disruption or annihilation, to break apart. Kehancuran
tentang apakah yang akan kita bahas di minggu ini?
Jika kita
mengingat kembali bahwa sejak semula Tuhan menciptakan manusia
segambar dan serupa dengan-Nya (Kej. 1:27). Manusia merupakan representasi
Allah bagi seluruh ciptaan lainnya. Atribut, karakter dan sifat Allah ada di
dalam kita. Tetapi ketika manusia jatuh ke dalam dosa, maka gambar Allah di
dalam diri manusia rusak dan hancur.
Iblis menghancurkan gambar diri manusia dengan
menanamkan konsep-konsep berpikir yang salah dalam pikirannya. Yes, the devil shettered our self-image. Semakin besar rencana Tuhan di dalam kehidupan
seseorang, maka kita mengetahui bahwa semakin besar pula upaya musuh untuk
menghancurkan hidup orang itu. Sebagaimana khotbah yang telah kita dengar dari
Ps. Redy Stevanus di minggu yang lalu, bahwa Iblis yang adalah musuh kita itu
jumlahnya banyak, mereka kuat, jahat dan mereka pintar. Mereka terus berusaha
untuk membawa kita untuk jatuh di dalam dosa dan hidup di dalamnya (Ef. 6:12). Inilah yang membuat gambar diri kita rusak dan
hancur.
Gambar diri yang rusak disebabkan oleh tidak
terpenuhinya tiga kebutuhan dasar kita sebagai manusia yaitu: (a) Rasa diterima. Merasa aman dan
diterima diri sendiri oleh orang-orang di sekitar dengan baik. (b) Rasa
berguna. Merasa sanggup berprestasi dalam hidup. (c) Rasa dimiliki dan
memiliki. Merasa bahwa ada yang mengasihi dan memiliki hidup ini.
Oleh karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
kita sebagai manusia, maka hal itu juga yang dipakai oleh Iblis untuk membuat
kita memiliki konsep berpikir yang rusak mengenai gambar diri kita. Pertama, takut gagal. Oleh
karena pernah mengalami kegagalan demi kegagalan dalam kehidupan. Di tuntut dengan keras dan otoriter oleh
orang tua/lingkungan sosial yang memberikan ekspektasi tinggi untuk selalu berprestasi dalam segala hal. Memiliki anggapan bahwa dunia hanya menerima
orang-orang yang berkompeten dalam segala hal.
Kedua, takut ditolak. Oleh karena dosa yang pernah
dilakukan di masa lalu. Pengalaman
trauma di masa lalu. Misalnya dibuang atau dibanding-bandingkan. Ada banyak sekali
keluarga yang memandang bahwa anak laki-laki jauh lebih berharga daripada anak
perempuan. Pernah diejek, dikucilkan oleh lingkungan sekitar oleh karena
penyakit, fisik, faktor keluarga, faktor ekonomi, dll. Terlalu dimanja, terbiasa bahwa semua keinginan harus dituruti sehingga
tidak siap jika ada orang lain yang menentang pendapat atau pandangannya.
Akibatnya gambar diri yang hancur,
maka kita merasa minder, takut, kesepian, merasa bersalah bahkan depresi. Dalam Alkitab ada seorang tokoh yang juga
pernah memiliki pandangan yang salah akan gambar diri, yaitu Gideon. Firman
Tuhan dalam Hakim-hakim 6:12, 14-15 berkata demikian,
Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman
kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.”
Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: “Pergilah dengan kekuatanmu
ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku
mengutus engkau!”
Tuhan memandang Gideon sebagai pribadi yang
memiliki potensi dan kemampuan untuk menjadi pahlawan, tetapi Gideon memandang
dirinya hanya seorang anak muda yang berasal dari kaum terkecil dari suku
Israel. Bagi Gideon, dirinya tidak pantas dan tidak layak menjadi pahlawan.
Contoh tokoh Alkitab lainnya yang memiliki gambar
diri yang salah adalah Musa. Ketika Allah memanggil Musa dan memintanya untuk
memimpin dan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, ia menolak dan beralasan
dengan berkata demikian,
“Ah Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak
dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan
berat lidah.” – Keluaran 4:10
Apa yang harus kita lakukan? Marilah
kita mengubah cara pandang kita terhadap gambar diri kita yaitu dengan jujur,
menerima dan mengampuni. Mari kita jujur pada diri sendiri dan kepada Tuhan
akan rasa sakit yang pernah dialami di masa lalu. Kemudian menerima dan
mengampuni semua orang yang pernah menyakiti kita. Lalu berbuat baik, karena
perbuatan baik kita dapat menolong orang lain untuk dapat memulihkan gambar
dirinya yang rusak.
1 Korintus 1:27-29 berkata demikian,
“Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk
memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih
Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak dipandang dan yang hina
bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk
meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada manusia yang memegahkan diri
dihadapan Allah.”
Dari ayat di atas kita dapat belajar
bahwa Tuhan dapat memakai setiap pengalaman di masa lalu kita bahkan kelemahan
kita untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Tuhan Yesus memberkati!