Skip to content

THE FINAL JUDGEMENT

Hi ICFers!

Tidak terasa minggu ini kita segera menyelesaikan pembahasan mengenai sepuluh tulah yang ada di Mesir. Jika kita kilas balik kembali mengenai tulah pertama hingga tulah ke sembilan, maka kita dapat menyaksikan bagaimana kuasa Tuhan benar-benar dinyatakan, bahkan skalanya semakin hari semakin besar. Kita dapat melihat bahwa tidak ada satu pun ahli sihir atau pun dewa yang ada di Mesir yang dapat mengalahkan kuasa Allah kita.

Saat ini, kita akan membahas tulah ke sepuluh yaitu kematian anak sulung. Tulah ke sembilan memperlihatkan kepada kita bahwa tidak ada yang dapat dilakukan oleh orang Mesir, oleh karena kegelapan yang melanda Mesir selama tiga hari. Tetapi sayangnya kondisi demikian yang begitu mengerikan tidak membuat Firaun mendengarkan Allah, dia tetap mengeraskan hatinya bahkan mengusir Musa. Kemudian mengancam Musa bahwa jika mereka bertemu kembali, maka Musa akan mati. Tetapi ancaman tersebut tidak membuat Musa takut dan gentar, sebab dia tau siapa yang bersama dengannya yaitu Allah. Kemudian Allah berfirman dalam Keluaran 11:1-3 demikian,

Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Aku akan mendatangkan satu tulah lagi atas Firaun dan atas Mesir, sesudah itu ia akan membiarkan kamu pergi dari sini; apabila ia membiarkan kamu pergi, ia akan benar-benar mengusir kamu dari sini. Baiklah katakan kepada bangsa itu, supaya setiap laki-laki meminta barang-barang emas dan perak kepada tetangganya dan setiap perempuan kepada tetangganya pula. Lalu TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa itu; lagi pula Musa adalah seorang yang sangat terpandang di tanah Mesir, di mata pegawai-pegawai Firaun dan di mata rakyat.

Dari ayat di atas kita dapat melihat bahwa Musa memiliki hubungan yang erat dengan Allah, sebab Allah tidak hanya menjadikan dia sebagai alat-Nya untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya, tetapi Allah memberitahukan tujuan dari pesan tersebut kepada Musa. Allah pun membuat orang Mesir bermurah hati kepadanya. Kemudian Musa menyampaikan pesan Allah kepada mereka dalam Keluaran 11:4-8 yang berkata demikian,

Berkatalah Musa: “Beginilah firman TUHAN: Pada waktu tengah malam Aku akan berjalan dari tengah-tengah Mesir. Maka tiap-tiap anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai kepada anak sulung budak perempuan yang menghadapi batu kilangan, juga segala anak sulung hewan. Dan seruan yang hebat akan terjadi di seluruh tanah Mesir, seperti yang belum pernah terjadi dan seperti yang tidak akan ada lagi. Tetapi kepada siapa juga dari orang Israel, seekor anjing pun tidak akan berani menggonggong, baik kepada manusia maupun kepada binatang, supaya kamu mengetahui, bahwa TUHAN membuat perbedaan antara orang Mesir dan orang Israel. Dan semua pegawaimu ini akan datang kepadaku dan sujud kepadaku serta berkata: Keluarlah, engkau dan seluruh rakyat yang mengikuti engkau, sesudah itu aku akan keluar. Lalu Musa meninggalkan Firaun dengan marah yang bernyala-nyala.

Di ayat di atas, pemberitahuan akan tulah ke sepuluh diberitahukan. Namun, Firaun tetap tidak mau mendengarkan dan tetap mengeraskan hatinya (Kel. 11:9-10). Kemudian Allah kembali memberikan perintah kepada Musa dan Harun untuk menyampaikan pesan kepada segenap orang Israel, bahwa mereka harus menyiapkan anak domba di setiap keluarga, tetapi jika rumah tangga itu terlalu kecil jumlahnya untuk mengambil seekor domba, maka boleh bergabung dengan tetangga yang terdekat dengan rumahnya. Ketentuan anak domba tersebut yaitu,

“Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun, kamu boleh ambil domba atau kambing. Kamu harus mengurungnya sampai hari yang keempat belas bulan ini; lalu seluruh jemaat Israel yang berkumpul, harus menyembelihnya pada waktu senja. Kemudian darahnya haruslah diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya. Dagingnya harus dimakan mereka pada malam itu juga, yang dipanggang mereka harus makan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit. Janganlah kamu memakannya mentah atau direbus dalam air; hanya dipanggang di api, lengkap dengan kepalanya dan betisnya dan isi perutnya.” – Keluaran 12:5-9

Kemudian Allah pun memberitahukan cara mereka makannya,

“Dan beginilah kamu memakannya: pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu; buru-burulah kamu memakannya; itulah paskah bagi TUHAN.” – Keluaran 12:11

Kemudian kamu harus mengambil seikat hisop dan mencelupkannya dalam darah yang ada dalam sebuah pasu, dan dara itu kamu harus sapukan pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu; seorang pun dari kamu tidak boleh keluar pintu rumahnya sampai pagi. Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi. Keluaran 12:22-23

Mengapa mereka perlu melakukan hal-hal di atas? Sebab pada malam itu Allah akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung dari manusia hingga hewan akan mati. Dan darah anak domba yang dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas pada rumah-rumah akan menjadi penanda agar rumah tersebut dilewati Tuhan. Mungkin terlintas pertanyaan dalam pikiran kita, mengapa Allah menghukum semua anak sulung yang ada di Mesir, mulai dari anak sulung manusia hingga hewan? Bagaimana mungkin hal itu terjadi dalam satu malam saja?

Kata ‘anak sulung’ pada ayat di atas berasal dari Bahasa Ibrani yaitu בְּכוֹר֮ (dibaca: bə-ḵō-wr) diterjemahkan anak sulung yang hanya berlaku untuk anak laki-laki. Di Mesir, seperti di sebagian besar negara yang ada di dunia bahwa anak sulung laki-laki merupakan lambang kehormatan dan kekuasaan. Ia adalah harapan dalam keluarga, disebut sebagai pendamping ayah, kebahagiaan ibunya, objek penghormatan dari saudara laki-laki dan perempuannya. Bahkan anak sulung Firaun disebut sebagai Erpa Suten Sa (artinya: Putra mahkota turun temurun), kelak akan menggantikan ayahnya, kecuali ia meninggal. Bahkan bagi keturunan bangsawan, harta warisan dan gelar seringkali diturunkan kepada anak sulung. Dari sini kita dapat melihat bahwa betapa berharganya anak sulung di dalam keluarga-keluarga.

Lalu apa hubungannya tulah ini juga harus kena pada anak sulung binatang yang ada di Mesir? Konon, di Mesir selalu ada hewan yang dianggap sebagai inkarnasi dewa yang sebenarnya sebagai dijadikan objek penghormatan yang mendalam. Bahkan lambang-lambang dewa yang ada di Mesir juga kebanyakan adalah hewan. Maka, kematian hewan-hewan tersebut pun menambah kekhawatiran dan kesedihan orang Mesir, sebab dewa mereka pun mati. Maka kepada siapakah mereka berharap?

Dari tulah ini kita dapat melihat bahwa Allah hendak menyatakan bahwa orang Mesir kehilangan kesempatan bagi anak-anak sulungnya yang adalah lambang kehormatan dan kekuasaan yang seharusnya dapat mengantikan kekuasaan. Allah menghukum kekuasaan mulai dari pemerintahan yang ada di Mesir hingga para allah bangsa Mesir. Satu per satu rumah orang Mesir dipenuhi dengan tangisan yang mengerikan, oleh karena kematian anak sulung. Betapa mengerikannya kejadian di malam itu, bukan? This is the final judgemnet!

Tetapi, lagi-lagi kita diperlihatkan perbedaan yang dilakukan oleh Allah kepada orang Israel (orang-orang yang taat dan percaya kepada-Nya), sejauh anak sulung orang Israel tidak keluar rumah, tiang dan ambang atas pintu rumah mereka dibubuhi darah anak domba, maka mereka selamat (Kel. 12:13,23). Orang-orang Israel mengalami perlindungan Ilahi dari Allah. Tidak ada seorang pun dari anak orang Israel ataupun binatang mereka yang mati pada malam itu. Betapa dahsyatnya Allah kita bukan? Dari sini kita diperlihatkan kembali bahwa kita tidak boleh main-main dengan Tuhan, sebab Dia tidak suka dipermaikan. Dia menginginkan kita semua taat pada kehendak-Nya.

Kemudian berangkatlah orang Israel dari Raamses ke Sukot, kira-kira enam ratus ribu orang laki-laki berjalan kaki, tidak termasuk anak-anak. Juga banyak orang dari berbagai-bagai bangsa turut dengan mereka; lagi sangat banyak ternak kambing domba dan lembu sapi. – Keluaran 12:37-38

Setelah itu bangsa Israel keluar dari Mesir, dan Alkitab mencatat bahwa ada banyak sekali bangsa turut dengan mereka. Dari sini kita dapat melihat juga bahwa keselamatan ternyata bukan hanya untuk Israel sendiri. Tetapi melalui bangsa Israel, maka bangsa asing pun dapat menikmati anugerah keselamatan dari Allah. Bangsa-bangsa lain tersebut bisa jadi adalah budak orang Mesir juga.

Dari kisah ini kita dapat belajar bahwa betapa besar dan bekuasanya Allah kita. Dia adalah Allah yang berdaulat penuh atas kehidupan kita. Allah tidak pernah kompromi dengan dosa. Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Sebab, apapun yang Ia janjikan, Ia akan lakukan. Dia tidak pernah main-main. Oleh sebab itu, marilah kita bersyukur atas anugerah keselamatan yang telah Dia berikan kepada kita, darah-Nya telah tercurah di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Jadi, layakkah kita untuk terus hidup di dalam dosa? Layakkah kita untuk mengeraskan hati dan tidak mendengarkan Dia? Kasih Tuhan sungguh teramat besar kepada kita, mari kita mensyukuri itu melalui sikap hidup kita. Kemana pun dan dimana pun kita berada, marilah kita mencerminkan Kristus. Sehingga hidup kita dapat menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang di sekitar kita, dan mereka pun dapat melihat Kristus dalam kita. Sebagaimana bangsa Israel menjadi kesaksian bagi bangsa lain, demikianlah hendaknya hidup kita. Terpujilah nama Tuhan!

 

Tuhan Yesus memberkati!